Senin, 21 November 2011

Catatan Kuliah Tentang Konsep diri dan Teori Kognisi Sosial


KONSEP DIRI

Pemahaman diri pribadi ini berkembang sejalan dengan perubahan perubahan yang terjadi dalam hidup kita. Kita tidak terlahir dengan pemahaman akan siapa diri kita, tetapi prilaku kita selama ini memainkan peranan penting bagaimana kita membangun pemahaman diri pribadi ini [2]
Kesadaran pribadi (self awareness) memiliki beberapa elemen yang mengacu pada identitas spesifik dari individu (Fisher 1987:134). Elemen dari kesadaran diri adalah konsep diri, proses menghargai diri sendiri (self esteem), dan identitas diri kita yang berbeda beda (multiple selves).
Elemen-elemen konsep diri
Konsep diri
Konsep diri adalah bagaimana kita memandang diri kita sendiri, biasanya hal ini kita lakukan dengan penggolongan karakteristik sifat pribadi, karakteristik sifat sosial, dan peran sosial.
Karakteristik pribadi adalah sifat-sifat yang kita miliki, paling tidak dalam persepsi kita mengenai diri kita sendiri. Karakteristik ini dapat bersifat fisik (laki-laiki, perempuan, tinggi, rendah, cantik, tampan, gemuk, dsb) atau dapat juga mengacu pada kemampuan tertentu (pandai, pendiam, cakap, dungu, terpelajar, dsb.) konsep diri sangat erat kaitannya dengan pengetahuan. Apabila pengetahuan seseorang itu baik/tinggi maka, konsep diri seseorang itu baik pula. Sebaliknya apabila pengetahuan seseorang itu rendah maka, konsep diri seseorang itu tidak baik pula.

Karakteristik sosial
Karakteristik sosial adalah sifat-sifat yang kita tamplikan dalam hubungan kita dengan orang lain (ramah atau ketus, ekstrovert atau introvert, banyak bicara atau pendiam, penuh perhatian atau tidak pedulian, dsb). Hal hal ini memengaruhi peran sosial kita, yaitu segala sesuatu yang mencakup hubungan dengan orang lain dan dalam masyarakat tertentu.
Peran sosial
Ketika peran sosial merupakan bagian dari konsep diri, maka kita mendefinisikan hubungan sosial kita dengan orang lain, seperti: ayah, istri, atau guru. Peran sosial ini juga dapat terkait dengan budaya, etnik, atau agama. Meskipun pembahasan kita mengenai 'diri' sejauh ini mengacu pada diri sebagai identitas tunggal, namun sebenarnya masing-masing dari kita memiliki berbagai identitas diri yang berbeda (mutiple selves).
 Identitas diri yang berbeda
Identitas berbeda atau multiple selves adalah seseorang kala ia melakukan berbagai aktivitas, kepentingan, dan hubungan sosial. Ketika kita terlibat dalam komunikasi antarpribadi, kita memiliki dua diri dalam konsep diri kita.
  • Pertama persepsi mengenai diri kita, dan persepsi kita tentang persepsi orang lain terhadap kita (meta persepsi).
  • Identitas berbeda juga bisa dilihat kala kita memandang 'diri ideal' kita, yaitu saat bagian kala konsep diri memperlihatkan siapa diri kita 'sebenarnya' dan bagian lain memperlihatkan kita ingin 'menjadi apa' (idealisasi diri)
Contohnya saat orang gemuk berusaha untuk menjadi langsing untuk mencapai gambaran tentang dirinya yang ia idealkan.


Proses pengembangan kesadaran diri
Proses pengembangan kesadaran diri ini diperoleh melalui tiga cara, yaitu;
  • Cermin diri (reflective self) terjadi saat kita menjadi subyek dan obyek diwaktu yang bersamaan, sebagai contoh orang yang memiliki kepercayaan diri yang tinggi biasanya lebih mandiri.
  • Pribadi sosial (social self) adalah saat kita menggunakan orang lain sebagai kriteria untuk menilai konsep diri kita, hal ini terjadi saat kita berinteraksi. Dalam interaksi, reakasi orang lain merupakan informasi mengenai diri kita, dan kemudian kita menggunakan informasi tersebut untuk menyimpulkan, mengartikan, dan mengevaluasi konsep diri kita. Menurut pakar psikologi Jane Piaglet, konstruksi pribadi sosial terjadi saat seseorang beraktivitas pada lingkungannya dan menyadari apa yang bisa dan apa yang tidak bisa ia lakukan [3]
Contoh: Seseorang yang optimis tidak melihat kekalahan sebagai salahnya, bila ia mengalami kekalahan, ia akan berpikir bahwa ia mengalami nasib sial saja saat itu, atau kekalahan itu adalah kesalahan orang lain. Sementara seseorang yang pesimis akan melihat sebuah kekalahan itu sebagai salahnya, menyalahkan diri sendiri dalam waktu yang lama dan akan memengaruhi apapun yang mereka lakukan selanjutnya, karena itulah seseorang yang pesimis akan menyerah lebih mudah.
  • Perwujudan diri (becoming self). Dalam perwujudan diri (becoming self) perubahan konsep diri tidak terjadi secara mendadak atau drastis, melainkan terjadi tahap demi tahap melalui aktivitas serhari hari kita. Walaupun hidup kita senantiasa mengalami perubahan, tetapi begitu konsep diri kita terbentuk, teori akan siapa kita akan menjadi lebih stabil dan sulit untuk diubah secara drastis.
Contoh, bila kita mencoba mengubah pendapat orang tua kita dengan memberi tahu bahwa penilaian mereka itu harus diubah - biasanya ini merupakan usaha yang sulit. Pendapat pribadi kita akan 'siapa saya' tumbuh menjadi lebih kuat dan lebih sulit untuk diubah sejalan dengan waktu dengan anggapan bertambahnya umur maka bertambah bijak pula kita.Konsep diri adalah bagaimana kita memandang diri kita sendiri, biasanya hal ini kita lakukan dengan penggolongan karakteristik sifat pribadi, karakteristik sifat sosial, dan peran sosi

Komponen-komponen konsep diri menurut Hurlock (1976:22) antara lain :

·       THE PERCEPTUAL COMPONENT
Gambaran dan kesan seseorang tentang penampilan tubuhnya dan kesan yang dibuat pada orang lain atau sering disebut konsep diri fisik. Tercakup didalamnya gambaran yang dipunyai seseorang tentang daya tarik tubuhnya (attractiveness) dan keserasian jenis kelamin (sex approriateness). Komponen ini sering disebut physical self concept.

·       THE CONSEPTUAL COMPONENT
Pandangan tentang karakteristik yang berbeda dengan orang lain baik tentang kemampuan dan kekurangannya serta disusun dari kualitas penyesuaian hidupnya tentang kepercayaan diri tergantung keberanian, kegagalan dan kelemahannya. Komponen ini sering disebut psychological self concept.

·       THE ATTITUDINAL COMPONENT
Perasaan tentang kebanggaan dan rasa malunya. Yang termasuk dalam komponen ini adalah keyakinan nilai, aspirasi dan komitmen yang membentuk dirinya.


Teori Kognisi Sosial

Kognisi sosial mengacu pada bagaimana seseorang memandang dan berpikir mengenai dunia sosial mereka. Orang-orang yang mereka amati dan yang berinteraksi dengan mereka, hubungan dengan orang-orang tersebut, kelompok tempat mereka bergabung, dan bagaimana mereka berpikir mengenai diri mereka sendiri dan orang lain. Pembahasan kognisi sosial terdiri dari bahasan mengenai egosentrime dan pengambil alihan perspektif, teori kepribadian tersirat.
Abstract relations (hubungan abstrak) adalah istilah yang dikemukakan Kurt Fischer mengenai kemampuan remaja untuk mengkoordinasikan dua gagasan abstrak atau lebih, kemampuan ini seringkali muncul untuk pertama kalinya pada usia antara 14 dan 16 tahun (Fischer, 1980). Misalnya, seorang remaja dalam lingkungan sekolahnya sangat menaati peraturan sekolah salah satunya dengan berpakaian rapi sesuai aturan yang berlaku, sementara dalam pergaulan sosial ia memilih teman yang tidak kuno dan mengenakan pakaian yang aneh-aneh. Dengan memisahkan kedua gagasan abstrak tersebut, ia akan memandang dirinya sebagai individu yang berbeda dalam dua konteks yang berbeda, dan merasa bahwa dalam beberapa hal, ia adalah pribadi yang mengandung kontradiksi.
Pemrosesan informasi sosial memusatkan perhatian pada cara seseorang menggunakan proses kognitifnya, seperti perhatian, persepsi, ingatan, pemikiran, penalaran, harapan dan seterusnya untuk memahami dunia sosial mereka.
Perubahan-perubahan yang mengesankan dalam kognisi sosial adalah ciri perkembangan remaja. Pada saat remaja muncul egosentrisme khusus yang menggambarkan meningkatnya kesadaran diri remaja yang terwujud pada keyakinan mereka bahwa orang lain memiliki perhatian amat besar, sebesar perhatian mereka, terhadap diri mereka, dan terhadap perasaan akan keunikan pribadi mereka.
Egosentrisme khusus meliputi penonton khayalan dan dongeng pribadi (personal fable) tentang makhluk yang unik. Penonton khayalan (imaginary audience) adalah keyakinan remaja bahwa orang lain memperhatikan dirinya sebagaimana halnya dengan dirinya sendiri. Gejala penonton khayalan mencakup berbagai perilaku untuk mendapatkan perhatian : keinginan agar kehadirannya diperhatikan, disadari oleh orang lain dan menjadi pusat perhatian.
Sedangkan dongeng pribadi adalah bagian dari egosentrisme remaja yang meliputi perasaan unik seorang anak remaja. Rasa unik itulah yang membuat dirinya merasa tak ada orang yang mengerti perasaannya. Mereka mempertahankan rasa unik tersebut dengan mengarang cerita tentang dirinya yang dipenuhi dengan fantasi. Dongeng pribadi biasa ditemukan pada catatan harian.
Perspekrif taking adalah kemampuan untuk mempergunakan cara pandang orang lain dan memahami pemikiran serta perasaan orang tersebut. Remaja lebih hebat dalam pengambilan perspektif daripada anak-anak, namun terdapat tumpang tindih yang cukup besar dalam usia pada waktu kapan seseorang mencapai pengambilan perspektif yang lebih tinggi. Model Selman telah menjadi dasar dalam pemikiran mengenai pengambil alihan perspektif pada remaja.
Tahap pengambil alihan perspektif menurut Robert Selman (1980) dibagi ke dalam lima tahap yang dimulai pada tahap nol pada usia 3-6 tahun. Pada tahap ketiga dan keempat sudah masuk ke dalam usia remaja. Tahap ketiga adalah pengambil alihan perspektif secara mutualis (usia 10-12 tahun), remaja menyadari bahwa baik diri maupun orang lain dapat melihat satu sama lain sebagai objek secara bersamaan (mutualis) dan secara simulan. Remaja dapat melangkah keluar dari hubungan dyad dua orang dan melihat interaksi tersebut dengan perspektif orang ketiga.
Tahap keempat adalah tahap pengambil alihan perspektif tentang sistem sosial dan konvensional (usia 12-15 tahun), remaja menyadari bahwa pengambil alihan perspektif secara mutual tidak selalu menghasilkan pemahaman yang lengkap. Konvensi sosial dilihat sebagai suatu persyaratan mutlak karena konvensi dimengerti oleh semua anggota kelompok (orang lain yang digeneralisasikan). Tanpa memperdulikan posisi, peran, atau pengalaman mereka.
Teori kepribadian tersirat (implicit personality theory) adalah pemahaman atau gambaran mengenai kepribadian, seperti yang dimiliki oleh orang awam. Berbeda dengan anak-anak, remaja cenderung mengartikan kepribadian seseorang dengan cara yang lebih menyerupai pakar teori psikologi kepribadian (Barenboim,1985)
Remaja mengartikan kepribadian dengan tiga cara yang berbeda dibandingkan dengan anak-anak. Pertama, ketika mendapatkan informasi ia akan mempertimbangkan informasi yang ada padanya dengan informasi yang baru didapat. Kedua, remaja cenderung lebih mengenali perbedaan konstektual atau situasional dari kepribadian, dan tidak beranggapan bahwa kepribadian bersifat tetap. Ketiga, remaja cenderung mencari ciri kepribadian yang lebih mendalam, kompleks, bahkan tersembunyi.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar